Senin, 20 April 2009

Travelling

Ayo Bertanam Padi dan Membajak Sawah!

Wisata alam dengan konsep pertanian dan peternakan semakin berkembang di beberapa wilayah di Indonesia.Tujuannya, antara lain untuk memperkenalkan potensi pertanian dan peternakan kepada anak-anak, generasi muda dan para pelaku usaha di perkotaan.

Agrowisata berkonsep turun bertani ini, semakin menjamur di beberapa daerah. Di kawasan Jawa Barat, wisata alam yang menawarkan sensasi menanam padi, mencangkul, atau membajak sawah ini setidaknya ada lebih dari empat lokasi. Sasaran pasarnya tidak hanya orang dewasa dari perkotaan, tapi juga anak-anak. Tidak heran jika pada musim liburan sekolah bulan lalu, tempat-tempat wisata semacam ini ramai dikunjungi wisatawan.
Salah satunya adalah Little Farmers yang dikelola oleh Koperasi Karyawan PT Bio Farma Unit Agrobisnis. Tujuan wisata yang terletak di Jln. Kolonel Masturi Cisarua, Kabupaten Bandung ini mengajak para pengunjung untuk beternak dan bertani. "Kami membuat program pendidikan dengan memberikan pengalaman kepada anak-anak dan masyarakat perkotaan bagaimana mengalami secara langsung proses bertani dari mulai menanam hingga memanen. Para pengunjung juga bisa merasakan bagaimana cara beternak," kata Ruly Budiwan, salah seorang pengelola Little Farmers.
Wisata dilaksanakan di tempat terbuka dan alamiah di areal sekira 5 hektare di kaki Gunung Tangkubanparahu dan Gunung Burangrang. Nyaris tidak ada tempat yang dicor atau dipasang paving block di areal ini. Para pengunjung baik dengan rombongan, keluarga atau perorangan akan diajak bertani oleh para pemandu yang jumlahnya 27 orang. Para pengunjung akan belajar bagaimana melakukan pembenihan, menanam bibit, dan sekaligus memanen. Mereka akan melakukan proses belajar interaktif yang menyenangkan, karena selain belajar ilmu alam juga sekaligus memahami kebesaran Tuhan. Tentu saja, materi kegiatan disesuaikan dengan tingkatan kelompok dan usia sekolah.
Pada akhir kegiatan bertani, para pengunjung dipersilakan memanen sendiri sayur-sayuran. Mereka mencabut sendiri wortel kemudian dibawa pulang sebagai buah tangan. Pengunjung juga boleh memetik sendiri strawbery, namun buah yang akan dimakan ataupun dibawa pulang harus ditimbang terlebih dahulu. Tempat wisata ini juga memelihara sejumlah hewan ternak seperti kelinci, sapi perah, domba, dan cacing untuk proses composting. Selain melihat aneka macam hewan ternak dan bagaimana proses memeliharanya, para pengunjung bahkan boleh membeli ternak-ternak tersebut, terutama kelinci. Berbagai macam jenis kelinci dipelihara di sini, dari mulai jenis anggora, American rex, dan kelinci-kelinci biasa yang sering dijadikan sembelihan.
Saat istirahat, para pengunjung dipersilakan untuk singgah di saung. Mereka bisa menikmati susu murni, sembari menikmati hasil peternakan yang bisa langsung mereka rasakan. Susu ini memang bukan produk Little Farmers, tapi setidaknya rasa susu yang setiap hari mereka nikmati merupakan produk dari serangkaian proses yang baru saja mereka lakukan. Selain bertani dan beternak, para pengunjung juga bisa bermain di alam bebas. Mereka bisa melakukan outing berupa flying fox, two line bridge, arung jeram dan sebagainya. Pengalaman ini sangat bermanfaat bagi anak untuk mengembangkan diri.
Model wisata seperti ini tampaknya terus berkembang, seiring dengan banyaknya orang yang ingin kembali ke alam, back to nature. Di daerah Yogyakarta, tepatnya di Desa Kebon Agung, Kabupaten Bantul, juga terdapat wisata alam serupa. Wisatawan dapat melakukan berbagai kegiatan bertani seperti membajak, menanam padi, memberi pupuk, ani-ani panen, dan mencangkul. Bedanya dengan Little Farmers, kawasan wisata di Tanjung ini dipadu dengan kegiatan berlatih memukul gamelan, membatik serta mengenal tokoh-tokoh pewayangan.
Sambil duduk santai beralas tikar, pengunjung bisa menikmati kesenian tradisional yang hidup di desa itu, sambil mencicipi aneka makanan tradisional. Wisatawan juga dapat menikmati kesenian gejok lesung, karawitan, atau ketoprak di malam hari. Usai magrib, tamu dan warga berkumpul di pendapa rumah kepala dukuh, menyaksikan pertunjukan kesenian.
Jika tertarik, para tamu dapat ikut menari bersama warga, diiringi tabuhan alat-alat musik tradisional. Wisatawan juga diajak bersepeda mengunjungi Makam Raja-raja Imogiri, Goa Cerme, sentra kerajinan keris, kerajinan kulit wayang, Jembatan Gantung, dan pasar tradisional Imogiri, semuanya dekat Kebon Agung. Nikmatilah juga memancing dan berkano di Bendung Tegal, atau menangkap belut di pemancingan.
Kebon Agung adalah gambaran pariwisata yang berkembang atas inisiatif dan partisipasi penuh warganya. Kerja keras selama enam tahun mulai membuahkan hasil. Tahun 2003, Kebon Agung diresmikan menjadi desa wisata, dan kini dikunjungi ribuan wisatawan dalam maupun luar negeri. Perekonomian desa pun mulai bangkit.
Suasana alam pedesaan inilah yang hendak ditawarkan masyarakat Kebon Agung. Pertanian, peternakan, perikanan, makanan tradisional, dan keterampilan membatik menjadi tawaran aktivitas menyenangkan dan menambah wawasan. Ini masih dilengkapi wisata olahraga air di Bendung Tegal, seperti mendayung atau memancing. Ada pula Museum Tani yang menyimpan puluhan jenis alat tani tradisional. Semua dikemas terpadu menjadi paket wisata alternatif di bidang pendidikan.
Wientor Rah Mada, Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, dalam salah satu situs internet mengungkapkan, gejala aktivitas rural tourism di Indonesia sudah terlihat sejak dimulainya krisis pada tahun 1997. Dimulai dengan banyaknya orang perkotaan yang menuai depresi karena tekanan pekerjaan. Sayangnya, rural tourism merespons ini dengan sangat lambat. Beberapa entrepreneur melihat peluang dan mengembangkan atraksi tradisional dengan keunikan kedaerahan. Terdapat beberapa hotel di Jawa Barat yang sangat tradisional, bahkan tidak terdapat televisi di kamar, tetapi mencatat penjualan yang fantastis dengan harga yang tidak murah.
Walaupun pergerakan rural tourism berjalan dengan lambat, komposisi dan permintaan pasar terus menanjak setiap tahunnya. Di tahun 2004, 97 persen turis Jepang yang berkunjung ke Indonesia menginap di boutique hotel dengan harga yang diatas rata-rata. Hotel butik ini terletak di pedesaan, terutama di pegunungan atau di wilayah pantai. Biar pun pelayanan yang diberikan masih berbintang lima, tetapi keinginan untuk mencari keunikan menjadi dasar yang sangat penting untuk menentukan tren mendatang. Tren yang lebih green dan environmental friendly.
Konsep ini, ditambah dengan upaya untuk menambah pendapatan keluarga sebetulnya adalah alasan utama mengapa rural tourism diperkirakan akan segera menjadi booming. Petani, nelayan ataupun penduduk yang berprofesi konvensional dapat memaksimalkan kehadiran hotel butik tersebut untuk menjual pengalaman berkebun, menyiangi sawah, membajak sawah, sampai dengan menangkap udang galah di pantai. Sinergi penduduk sekitar dan hotel akan memunculkan memori yang indah bagi wisatawan.
Para petani dan pekerja tradisional tidak akan lagi bekerja musiman, karena kegiatan pariwisata secara holistik menutupi masa tidak produktif. Karakteristik petani kita yang kebanyakan mempunyai peternakan, lahan pertanian dan bahkan lahan pembiakan ikan semakin memudahkan mengatur itinerary. Seorang petani yang mempunyai dan menggarap lahannya sendiri dapat melibatkan anak-anaknya untuk mengurus aktivitas rural tourismnya.
Di Indonesia, dengan berlangsungnya otonomi daerah seharusnya dapat mendorong pariwisata ke arah perilaku rural. Berbagai keuntungan dapat didapat daerah, selain mendorong PAD, yang terpenting adalah tidak ditinggalkan oleh talenta (SDM) potensialnya. Sayangnya, arah kebijakan pariwisata daerah kerap kali tidak memunculkan ketajaman strategi dalam pengembangan rural tourism.
Bagi pengambil kebijakan di daerah, aktivitas di destinasi pantai akan selalu berhubungan dengan berenang, dan aktivitas di pegunungan dihubungkan dengan treking. Beberapa daerah bahkan jelas-jelas memproklamasikan diri tidak mempunyai potensi wisata yang cukup untuk dikembangkan. Padahal rural tourism tidak pernah membatasi dirinya dalam wujud aktivitas dasar. (Farid MS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar