Senin, 20 April 2009

Fokus Inspirasi

BELAJAR DARI PARA INSPIRATOR

Ada pepatah Cina yang bunyinya begini: “Kalau anda ingin tahu keadaan jalan di depan, tanyalah kepada orang yang sudah kembali.” Pepatah ini pas sekali untuk menjelaskan hubungan antara kita dengan tokoh-tokoh publik yang dalam kiprahnya selama ini sadar atau tidak, telah menginspirasi banyak orang untuk berbuat sesuatu. Mereka adalah inspirator, change maker, atau, meminjam istilahnya Quin Spitzer dan Ron Evan, tepat untuk disebut the people of action and people of thought.
Apa dasar penilaian tersebut? Memang tak mudah menentukan parameter untuk menilai secara sangat valid bahwa seseorang bisa masuk kategori sebagai inspirator atau bukan. Namun, jika mengacu pada ciri-ciri yang disebutkan Quin Spitzer dan Ron Evcan tadi, maka seseorang bisa dikatakan pemikir sekaligus pekerja, apabila mereka bukan semata hebat di pemikiran belaka, atau hebat di kerja saja, namun mereka hebat di pemikiran dan hebat pula di pekerjaan.
Selain itu, orang-orang tersebut adalah mereka yang mempunyai gagasan dan tindakan yang berbeda dengan orang lain pada umumnya, baik orang-orang yang berada di levelnya atau sekitarnya. Mereka punya fokus, fleksibilitas dan ketangguhan (fight spirit) dalam menjalankan strategi, taktik dan teknik untuk merealisasikan gagasan atau mencapai tujuan. Mereka juga bisa menginspirasi sekaligus bersinergi dengan orang lain serta bisa memberikan manfaat, kontribusi, atau maslahat bagi orang lain secara riil. Tentu saja, sejumlah tokoh yang ada di sini baru sebagian dari sekian orang di negeri ini yang mestinya layak mendapat julukan seperti di atas. Mereka tidak saja bisa kita temukan di televisi atau media cetak. Mereka mudah kita temui di sekitar kita.
Nah, mungkin ada pertanyaan, sejauh manakah mereka-mereka itu penting buat kita? Ini tergantung kita juga. Bisa jadi itu sangat penting dan bisa jadi itu tidak penting sama sekali. Lalu kapan akan menjadi sangat penting? Sosok seperti mereka akan menjadi penting ketika sudah muncul sebuah motif yang kuat dari kita untuk berubah ke arah yang lebih baik. Sebelum motif itu muncul duluan, bukan saja example yang tidak penting. Training, pendidikan, atau berbagai bentuk tools pengembangan lain akan tidak penting juga.
Bahkan kalau melihat konsep kompetensi, ternyata hubungan orang lain dengan kita itu sangat penting. Orang lain yang dimaksudkan di sini adalah orang yang ciri-cirinya seperti di atas. Hubungan itu pernah dijelaskan oleh Lyle M. Spencer, Jr dan Signe M. Spencer di buku Competence At Work (1993). Menurutnya, untuk mengajarkan kompetensi pada orang dewasa, salah satunya adalah dengan menerapkan konsep Social Learning (SC).
SC sendiri sebetulnya adalah sebuah konsep yang telah terbukti sanggup meningkatkan ketrampilan interpersonal seseorang melalui Behavior Role Model (BRM). Ini misalnya dengan observasi, imitasi, atau identifikasi prilaku orang lain dalam sebuah situasi, lalu dipersonalisasikan ke dalam sebuah situasi realistis di tempat kerja.
Sejumlah studi ilmiah sudah banyak mengungkap bukti keberhasilan konsep ini di dunia industri. Seorang manajer yang ingin belajar menjadi presenter dengan gagasan yang bagus, akan tepat kalau belajar mendengarkan bagaimana Soekarno berpidato. Seorang pengusaha yang ingin memiliki kelihaian strategi, akan bagus kalau belajar dari sosok Soeharto, misalnya begitu.

Tentu saja maksudnya bukan untuk meniru dalam arti ikut-ikutan atau menghilangkan jatidiri, akan tetapi untuk melakukan proses ”balajar dari” (learning from). Karena itu, ada nasehat Jean-Claude Kill yang patut direnungkan. Nasehatnya begini: ”Cara yang tepat utuk belajar menjadi juara olahraga adalah dengan belajar dari para juara.” Artinya, siapapun yang ingin menjadi lebih hebat di bidangnya, maka perlu banyak membaca kehidupan orang yang hebat di bidangnya juga.
Bukti lain pernah diungkap oleh NFIB (National Federation of Independent Business), yang bermarkas di Washington, tahun 1990. Studi lembaga ini ingin mengungkap dari mana saja para pengusaha itu mendapatkan ide-ide usahanya. Ternyata, jawaban yang ditemukan dari para pengusaha yang diteliti itu seperti terlihat dalam boks tulisan ini (baca: Dari Mana Mereka Terinspirasi)
Angka-angka yang tersaji dalam kajian tersebut memang bukan angka mutlak. Mungkin lebih tepat kalau disebut angka petunjuk yang mengandung tafsiran tertentu. Satu di antaranya adalah, sebagian besar pengusaha itu mendapatkan ide-idenya dari proses melakukan social learning, entah dalam bentuk observasi, imitasi, atau identifikasi prilaku orang lain yang dikenalnya.
Jadi, social learning itu berfungsi untuk menginspirasi, menstilumasi, dan memotivasi. Lebih jauh lagi, SC berfungsi sebagai acuan ketahanan mental dalam menghadapi tantangan dunia usaha (mental role model). Dan yang paling penting di sini adalah untuk mengungkap dan menemukan keunggulan personal yang kita miliki, seperti yang dilakukan Jacky Chan.
Saat penjualan film pertamanya jatuh, Jacky yakin keunggulannya belum tereksplorasi secara maksimal di film itu. "Ketika saya berakting serius, ini Bruce Lee. Ketika saya berakting melucu terus, ini komedi, bukan laga. Ketika saya berakting dengan menggunakan senjata atau teknologi, ini aktor Hollywood." Observasi dan identifikasi inilah yang kemudian memuculkan Jacky yang benar-benar ”Jacky banget.”

Boks: Dari Mana Mereka Terinspirasi
43 % dari pengalaman kerja dengan orang lain.
18 % dari hobi atau interest pribadi
10 % dari peluang yang muncul di luar skenario rencana
9 % dari saran orang lain yang sudah sukses menjadi pengusaha
6 % dari pendidikan, pelatihan atau kursus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar