Senin, 20 April 2009

Entrepreneur

Menjual Kreativitas
Pietra Sarosa, RFA,MSM*)


“Nyeleneh,” sebuah kata bahasa jawa (yang saya sendiri tidak tahu apakah termasuk bahasa baku atau tidak) yang bisa diterjemahkan secara bebas menjadi “aneh” atau “tidak umum”. Meskipun aneh dan tidak umum, ternyata hal-hal yang “nyeleneh” pun laku dijual, termasuk kata-kata “nyeleneh”. PT. Aseli Dagadu Djokdja (ADD) atau biasa disebut dengan Dagadu, seperti diulas di People & Business edisi Juli lalu, berhasil mentransformasi kata-kata “nyeleneh” dalam kaos dan aneka produknya menjadi sebuah komoditas yang laku dijual bahkan berhasil membawanya menjadi ikon kota Yogyakarta.
Ada beberapa hal menarik dari manajemen Dagadu yang layak diangkat pada tulisan kali ini antara lain mengenai konsistensi dan fokus Dagadu pada kompetensi intinya, serta adanya regenerasi atau suksesi terkait dengan sumber kreativitas Dagadu.

Fokus pada Kompetensi Inti
Fokus pada kompetensi inti adalah sebuah prinsip yang mudah diucapkan, namun pada kenyataannya tidaklah mudah. Banyak perusahaan yang tergoda berekspansi diluar kompetensi intinya karena melihat besarnya iming-iming besarnya profit tanpa melihat bahwa tanpa adanya kompetensi di bidang tersebut, maka iming-iming
Dagadu menyadari betul bahwa “jualan” utamanya bukanlah kaos, melainkan kreativitas. Untuk itu, mereka tetap fokus pada keunggulan utamanya yaitu kreativitas dan tidak membuang-buang sumber daya yang dimilikinya untuk masuk ke bidang yang bukan merupakan kompetensi inti mereka, misalnya membuat pabrik garmen untuk memproduksi sendiri semua kaos mereka. Dagadu memilih untuk berkonsentrasi pada proses kreatif sehingga proses manufaktur yang dilakukan pun terbatas pada pembuatan barang contoh atau dummy.
Dengan fokus pada kompetensi inti yang banyak menelan investasi bukan pada barang modal, melainkan pada manusia maka Dagadu tetap bisa menjaga tingkat efisiensi perusahaan. Di sisi lain, Dagadu tentu harus ekstra menjaga SDM yang berbakat karena selain relatif sulit mengkader SDM di bidang kreatif, SDM di bidang ini juga termasuk relatif rentan pembajakan dari kompetitor.

Suksesi Kreativitas
Pada saat Dagadu terlahir tahun 1994 silam, pendirinya adalah sekelompok mahasiswa yang tidak diragukan lagi tingkat ke-nyeleneh-annya. Namun sekarang, situasinya tentu sudah jauh berbeda. Para founding fathers Dagadu yang dulunya nyeleneh belum tentu di usia sekarang masih bisa menjaga daya kreativitas yang diatas rata-rata itu.
Untuk itu diperlukan adanya pergantian sumber kreativitas untuk mencegah Dagadu terjebak dalam ide-ide basi dan out of date. Dagadu sendiri mengantisipasi hal ini dengan cukup baik, terlihat dari dibentuknya sebuah studio kreatif yang berfungsi sebagai pusat ide kreatif Dagadu. Studio kreatif ini terdiri dari beberapa orang yang memang difungsikan untuk menghasilkan ide-ide segar yang akan dituangkan dalam bentuk kata-kata dalam kaos dan aneka produk Dagadu lainnya.
Tantangan yang ada sekarang adalah bagaimana founding fathers Dagadu ini menjaga agar studio ini tetap menghasilkan karya yang selalu sesuai dengan perkembangan selera anak muda jaman sekarang, tetap jeli memantau perkembangan Jogja untuk dituangkan dalam , namun sekaligus tidak kehilangan ciri dan identitas khas Dagadu. Disini tentu juga membutuhkan kebesaran hati dari para founding fathers untuk tidak memaksakan ide-idenya dalam setiap produk Dagadu namun menyerahkan sepenuhnya kepada studio kreatif.
Saya pikir Dagadu adalah contoh yang cukup baik bagi perusahaan –terutama mereka yang bergerak di bidang kreatif, tentang bagaimana manajemen kreativitas secara baik dan sustainable. Salut untuk Dagadu!

Pietra Sarosa, RFA,MSM
Managing Partner Sarosa Consulting Group
Konsultan Small Business & Entrepreneurship
Email: pietra@sarosaconsulting.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar