Senin, 20 April 2009

Hubungan Industrial

Perselisihan HI dan Penyelesaiannya

Pada dasarnya di dalam mengelola hubungan industrial di perusahaan, keberadaan Serikat Pekerja bukanlah sebuah kewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Bila kita merujuk kepada Undang Undang Ketenaga-kerjaan No. 13 Tahun 2003 pasal 106 dinyatakan Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit. Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaanSusunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan Berdasarkan Undang-undang tersebut di atas, yang wajib dipenuhi oleh perusahaan dalam mengelola hubungan industrialnya adalah adanya lembaga kerjasama bipartite, dan tidak harus melulu melalui hubungan dengan Serikat Pekerja. Dengan perkataan lain, perusahaan dimungkinkan untuk mengelola hubungan industrialnya tanpa ada keterlibatan dari Serikat Pekerja. Meskipun Undang Undang Ketenaga-kerjaan No. 13 Tahun 2003 memberikan kemungkinan untuk itu, bukan berarti perusahaan dapat melakukan kampanye anti serikat "Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengTidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruan cara : Melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan atau melakukan mutasi
pekerja di perusahaan dalam mengelola hubungan industrialnya, karena hal ini bertentangan dengan Pasal 28 Undang-Undang No. 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh,yang mengamanatkan : Melakukan intimidasi dalam bentuk apapun Melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh

Dalam UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI), perselisihan hubungan industrial akan dibagi menjadi :
1. Perselisihan Hak
Adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
2. Perselisihan Kepentingan
Perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
3. Perselisihan PHK
Perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak (pengusaha dan pekerja).
4. Perselisihan antar Serikat Pekerja
Perselisihan antara serikat pekerja dengan serikat pekerja lainnya hanya dalam satu perusahaan, karena tidak adanya persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatpekerjaan.
Adapun lembaga-lembaga yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Bipartit
Sebelum perselisihan diajukan kepada lembaga penyelesai perselisihan, maka setiap peselisihan wajib diupayakan penyelesaiannya secara secara bipartit, yaitu musyawarah antara pekerja dan pengusaha. Proses bipartit ini harus diselesaikan paling lama 30 (tiga puluh hari). Jika melewati 30 hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau perundingan tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu atau kedua belah pihak harus mencatatkan perselisihannya ke disnaker.
2. Mediasi
Adalah lembaga penyelesaian perselisihan yang berwenang terhadap penyelesaian semua jenis perselisihan. Lembaga mediasi ini pada dasarnya hampir sama dengan lembaga perantaraan yang dilaksanakan oleh pegawai perantara disnaker sebagaimana yang telah kita kenal. Petugas yang melakukan mediasi adalah mediator yang merupakan pegawai dinas tenaga kerja yang akan memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih.
Perbedaannya adalah jika sebelumnya setiap perselisihan wajib melalui proses perantaraan (mediasi) terlebih dahulu, maka berdasarkan UU PPHI ini (selain perselisihan hak), pihak disnaker terlebih dahulu menawarkan kepada para pihak untuk dapat memilih konsiliasi atau arbitrase (tidak langsung melakukan mediasi). Jika para pihak tidak menetapkan pilihan melalui konsiliasi atau arbitrase dalam waktu 7 (tujuh) hari, maka penyelesaian kasus akan dilimpahkan kepada mediator.
Adapun terhadap perselisihan hak, maka setelah menerima pencatatan hasil bipartit, maka disnaker wajib meneruskan penyelesaian perselisihan kepada mediator. Hal ini dikarenakan pengadilan hubungan industrial hanya dapat menerima gugatan perselisihan hak yang telah melalui proses mediasi.
Setelah menerima pelimpahan perselisihan, maka mediator wajib menyelesaikan tugasnya selambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak menerima pelimpahan perselisihan. Jika penyelesaian melalui mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial.
3. Konsiliasi
Lembaga penyelesaian perselisihan yang berwenang untuk menjadi penengah
- Perselisihan Kepentingan,
- Perselisihan PHK,
- Perselisihan antar-Serikat Pekerja.
Yang bertugas sebagai penengah adalah konsiliator, yaitu orang yang memenuhi syarat-syarat sesuai ketetapan menteri dan wajib memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih. Jika proses konsiliasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan hubungan industrial.
4. Arbitrase
Adalah lembaga yang berwenang untuk menjadi wasit dalam
- Peselisihan Kepentingan,
- Perselisihan antar-Serikat Pekerja.
Yang bertugas menjadi wasit adalah arbiter. Para arbiter ini dapat dipilih oleh para pihak yang berselisih dari daftar arbiter yang ditetapkan oleh menteri.
Ad.4. Pengadilan Hubungan Industrial
Adalah lembaga peradilan yang berwenang memeriksa dan memutus semua jenis perselisihan. Hakim yang memeriksa dan memutus perselisihan tersebut di atas terdiri dari hakim dari lembaga peradilan dan hakim Ad Hoc. Pada pengadilan ini, serikat pekerja dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa hukum mewakili anggotanya.
Untuk pertama kalinya pengadilan hubungan industrial akan dibentuk pada setiap pengadilan negeri yang berada di setiap ibu kota provinsi yang daerah hukumnya meliputi provinsi yang bersangkutan. Adapun di kabupaten/kota terutama yang padat industri, berdasarkan keputusan presiden harus segera dibentuk pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar